Sejarah

Tempat dan kedudukan agama dalam negara kita yang berdasarkan Pancasila sudah jelas. Agama menerapkan bagian yang penting dalam kehidupan bangsa kita yang dikenal sebagai bangsa yang religius. Di dalamnya tersirat pandangan bangsa kita yang religius, yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila sebagai falsafah negara, ideologi negara, landasan dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia, berarti Pancasila merupakan sumber nilai bagi segala penyelenggaraan negara baik yang bersifat kejasmanian maupun kerohanian. Hal ini berarti bahwa dalam segala aspek penyelenggaraan atau kehidupan bernegara yang materiil maupun spiritual harus sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila secara bulat dan utuh.

Selain Pancasila, Negara juga mengatur kehidupan beragama dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI, Pasal 29 Ayat (1) menyatakan: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia berdasar atas kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan. Pasal 29 Ayat (2) menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Dalam ayat ini, negara memberi kebebasan kepada setiap warga negara Indonesia untuk memeluk salah satu agama dan menjalankan ibadah menurut kepercayaan serta keyakinannya tersebut. Kementerian Agama merupakan sebuah Kementerian yang termasuk paling awal berdiri jika dibandingkan dengan Kementerian lainnya. Berdirinya Kementerian Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan sebagai realisasi dan penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Menciptakan kerukunan umat beragama baik di tingkat daerah, provinsi, maupun pemerintah merupakan kewajiban seluruh warga negara beserta instansi pemerintah lainnya. Mulai dari tanggung jawab mengenai ketentraman, keamanan, dan ketertiban termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati,dan salingpercaya di antara umat beragama bahkan menertibkan rumah ibadah. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama menyatakan bahwa untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian Agama di daerah, dibentuk Kantor Wilayah Kementerian Agama di provinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Kantor Kementerian Agama Kota Madiun meruapakan Instansi Vertikal Kementerian Agama di Kota Madiun berada di bawah dan bertanggung   jawab   kepada   Kepala   Kantor   Wilayah   Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.

Kantor  Kementerian  Agama  Kota Madiun mempunyai  tugas  melaksanakan  tugas  dan fungsi Kementerian  Agama dalam  wilayah  Kota Madiun berdasarkan kebijakan   Kepala   Kantor   Wilayah   Kementerian   Agama   Provinsi   Jawa Timur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kantor Kementerian Agama Kota Madiun mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara di wilayah Kota Madiun.

Globalisasi sudah menembus semua penjuru dunia, bahkan sampai daerah terpencil sekalipun, masuk ke rumah-rumah, membombardir pertahanan moral dan agama, sekuat apa pun dipertahankan. Televisi, internet, Koran, handphone, dan lain-lain adalah media informasi dan komunikasi yang berjalan dengan cepat, menggulung sekat-sekat tradisional yang selama ini dipegang sekuat-kuatnya. Moralitas menjadi melonggar. Sesuatu yang dulu dianggap tabu, sekarang menjadi biasa-biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat special dan menikmati narkoba menjadi tren dunia modern yang sulit ditanggulangi. Globalisasi menyediakan seluruh fasilitas yang dibutuhkan manusia, positif maupun negative. Banyak manusia terlena dengan menuruti semua keinginannya, apalagi memiliki rezeki melimpah dan lingkungan kondusif. Akhirnya, karakter bangsa berubah menjadi rapuh, mudah diterjang ombak, terjerumus dalam tren budaya yang melenakan, dan tidak memikirkan akibat yang ditimbulkan.

Prinsip-prinsip moral, budaya bangsa, dan perjuangan mulai hilang dari karakteristik bangsa. Inilah yang menyebabakan dekadensi moral serta hilangnya kreativitas dan produktivitas bangsa. Sebab, ketika karakter suatu bangsa rapuh maka semangat berkreasi dan berinovasi dalam kompetensi yang kekat akan mengendur, dan mudah dikalahkan oleh semangat konsumerisme, hedonism, dan pesimisifisme yang instan dan menenggelamkan. Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi membuat sebuah gebrakan dalam masa pemerintahannya yaitu tentang Revolusi Mental yang ada dalam poin ke delapan dalam Nawa Cita, khusunya revolusi mental dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan adalah awal dari generasi muda yang berkarakter. Program ini diharapkan mampu mengubah dan membenahi karakter bangsa Indonesia. Namun, saat ini revolusi mental ini sedang menjadi sorotan dan menjadi pertanyaan khalayak umum.

Pendidikan agama diberikan kepada semua peserta didik di satuan pendidikan formal pada semua jalur dan jenjang. Itu amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kebijakan ini memberi peluang kepada setiap peserta didik untuk mempelajari dan memahami ajaran agama yang dianutnya. Dalam konteks kehidupan berbangsa di Indonesia, diharapkan agar pendidikan agama memberi kontribusi terhadap pemeliharaan dan pengembangan kehidupan yang damai bagi semua penduduk di seluruh tanah air dengan latar belakang etnik dan agama yang beragam. Pada beberapa daerah di negeri ini, agama atau etnik tertentu mewarnai latar belakang penduduk secara umum. Agama dan etnik hampir-hampir berhimpitan. Kondisi ini diharapkan dapat dipersepsi dan dikelola secara positif untuk kemaslahatan bangsa.

Agama Islam merupakan agama mayoritas di Kabupatan Kota Madiun. Kantor Kementerian Agama Kota Madiun melalui Seksi Pendidikan Agama Islam diberi amanah untuk melaksanakan pelayanan, bimbingan, dan pembinaan, serta pengelolaan sistem informasi di bidang pendidikan agama Islam berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama. Pelaksanaan pelayanan, bimbingan, dan pembinaan di bidang pendidikan agama Islam diberikan kepada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa/Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMALB/SMK) yang ada di Kota Madiun, dan pengelolaan sistem informasi pendidikan agama Islam.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia yang berdasarkan pada pancasila dan undang-undang 1945. Tanpa pendidikan agama tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Seperti yang dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 1989 yang menerangkan bahwa pendidikan agama islam adalah kurikulum wajib yang harus diberikan. Adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 Tahun 2007 yang mengatur tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan akan menjadi payung hukum penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia. Seperti dalam Bab 1 pasal 1 ayat 3 yang membahas tentang pendidikan diniyah, serta ayat 4 yang membahas tentang pesantren atau pondok pesantren.

Salah satu cirri khas pendidikan di Indonesia adalah adanya lembaga pendidikan pesantren. Secara historis, pesantren telah ada dalam waktu yang relatif lama. Pada masa kolonialisme dari Pondok Pesantren lahirlah tokoh-tokoh nasional yang tangguh yang menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dll. Perkembangan pendidikan Pondok Pesantren pada periode Orde Baru, seakan tenggelam eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan umat Islam. Di Era Reformasi, pondok pesantren mulai mendapatkan tempat lagi dimana pendidikan Pondok Pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Di Kota Madiun terdapat 53 Pondok Pesantren yang terdaftar di Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kota Madiun.

Akar kultural madrasah diniyah bisa dilepaskan dari pondok pesantren karena komunitas pedidik yang mengelola madrasah diniyah itu sendiri mayoritas adalah santri-santri lulusan pesantren. Madrasah diniyah merupakan perpanjangan tangan dari pondok pesantren dengan model kelembagaan dan kurikulum yang sedikit berbeda. Jika pondok pesantren didirikan oleh seorang kyai karena motif pribadi dan dikelola berdasarkan kepemimpinan personal sang kyai dan keluarganya, maka madrasah diniyah secara umum didirikan karena inisiatif dan kerja kolektif beberapa orang yang memiliki tujuan untuk menyelenggarakan pendidikan islam bagi masyarakat sekitarnya. Madrasah diniyah dasar ula disetarakan dengan SD untuk umum dan MI yang madrasah formal, Madrasah diniyah menengah pertama (wustha) disetarakan dengan SMP dan MTS dan madrasah Diniyah menengah atas (Ulya) di setarakan dengan SMA dan MA.

Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, pada pasal 10 menyatakan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping pelajaran umum. Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 6 tahun 1975 dan No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu Pendidiikan pada Madrasah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kuranya 30 % disamping mata pelajaran umum, meliputi Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP dan Madrasah Aliyah setingkat SMA. Kota Madiun dengan mayoritas warganya beragama Islam mempunyai 5 Madrasah Negeri yang terdiri dari 2 Madrasah Aliyah Negeri, 1 Madrasah Tsanawiyah Negeri, dan 2 Madrasah Ibtidaiyah Negeri serta 20 Madrasah Swasta yang terdiri dari 3 Madrasah Aliyah Swasta, 3 Madrasah Tsanawiyah Swasta, dan 14 Madrasah Ibtidaiyah Swasta.